Amerika telah mengembangkan sebanyak 324 Bio-Laboratorium, mengapa hal
ini bisa terjadi? Tentu saja bisa. Karena sejak puluhan tahun lalu,
hingga pemerintahan Presiden Obama bahkan sampai detik ini tetap
bersikukuh menolak adanya protokol pemeriksaan yang terkandung dalam
Konvensi tentang pelarangan pembuatan dan penyimpanan senjata biologis
dan toksin.
Di tengah-tengah optimisme dunia terhadap Presiden Barrack Obama yang
akan melucuti kebijakan militerisasi politik luar negeri Amerika ke
seluruh dunia, muncul informasi yang cukup mencemaskan beberapa kalangan
yang berwenang di bidang politik luar negeri dan pertahanan.
Menurut informasi yang berhasil diperoleh tim riset Global Future
Institute dari sebuah sumber di Departemen Luar Negeri, Amerika saat ini
sedang melakukan penelitian secara intensif dalam bidang
Mikro-organisme, Patogen tinggi dan virus-virus berbahaya.
Alhasil, sampai sekarang komunitas internasional sama sekali tidak
memiliki mekanisme kontrol atau pengawasan yang efektif mengenai adanya
komponen-komponen yang berpotensi untuk dijadikan persenjataan biologis
dan toksin yang dimiliki Amerika seperti bio-gen.
Bahkan berbagai elemen masyarakat (civil society) yang bermaksud untuk
melakukan investigasi mengenai keberadaan dan peran bio-laboratorium,
tidak memiliki kewenangan dan legalitas untuk mendesak diadakannya
penyelidikan mengenai transparansi peran dan pengelolaan berbagai
bio-laboratorium yang ada di Amerika, seperti di Los Alamos.
Yang terjadi justru kebalikannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini
berbagai program penelitian dalam bidang biologi mendapat banyak dana
dari Pemerintah. Menurut informasi sumber Departemen Luar Negeri kepada
Global Future Institute, Amerika berencana akan membangun 20
laboratorium baru high-level biosecurity, dan 2 laboratorium yang secara
khusus untuk meneliti bio-gen yang masuk kategori berbahaya dan paling
menular.
Bukan itu saja. Amerika kabarnya juga akan melakukan modernisasi
obyek-obyek penelitian mengenai senjata biologis. Dan sarana untuk
proyek ini, Amerika sudah menyiapkan sebuah blok khusus di kompleks
laboratorium nuklir di Los Alamos dan Livermors.
Bahkan di lokasi ini, akan dilaksanakan sebuah penelitian mengenai bisul
Siberian (malignant antrax), penyakit pes, dan botulisme.
Lemahnya Sistem Pengamanan
Sumber Global Future Institute juga menginfromasikan bahwa bulan Mei
2014 laluDefense Science Board yang berada dalam kewenangan Menteri
Pertahanan Amerika Serikat, telah mengadakan pemeriksaan tingkat
keamanan bio-laboratorium Amerika baik yang dikelola militer maupun
sipil.
Ternyata ada temuan yang cukup mengejutkan. Bahan-bahan yang disimpan dalam bio-laboratorium dilaporkan banyak yang hilang.
Inilah yang terjadi di salah satu bio-laboratorium bernama United States
Army Medical Science and Research Institute of Infectious Desease
(USAMRIID). Ketika diperiksa, ternyata ada banyak sekali bio-gen yang
hilang dari penyimpangan di bio-laboratorium tersebut.
Ini bisa terjadi karena lemahnya sistem perhitungan dan pengawasan atas penyimpanan biogen berbahaya tersebut.
The "Dan Crozier Building", at USAMRIID, Fort Detrick, Maryland.
(wikimedia.org)
Lembaga ini tercatat sebagai tempat penyimpanan biopatogen terbesar di
Amerika, dan tempat untuk melakukan proyek genetic engineering penyakit
berbahaya.
Akibat temuan tersebut, pada Februari 2014 lalu laboratorium yang masuk
kategori security tingkat-4 (tertinggi) tersebut akhirnya ditutup karena
dinilai ada banyak kelemahan dalam sistem perhitungan dan kontrol atas
biogen.
Tentu saja hasil temuan ini selain tidak menggembirakan, juga cukup mengundang kecemasan masyarakat dunia internasional.
Bayangkan saja, di refrigator bio-laboratorium ini ternyata ditemukan
lebih dari 9200 patogen yang tidak terdaftar dalam database tertentu!
Jumlah patogen yang tidak terdafter di base tersebut tentu saja bukan
jumlah yang sedikit, mengingat jumlah total patogen sekitar 66000
specimen.
Lebih parah dari itu, rapuhnya mekanisme pengaman di jaringan komputer
kerja institutte tersebut, pada perkembangannya bisa dipenetrasi atau
dimasuki oleh kelompok terorirs, atau orang-orang yang berniat untuk
melakukan suatu operasi khusus bermodus teror.
Dengan begitu, lemahnya sistem pengamanan, dengan mudah pemerintah
Amerika akan berdalih bahwa kelompok terorirs telah berhasil menembus
pengamanan bio-laboratorium tersebut, dan menyebarkan virus berbahaya
tersebut baik di wilayah Amerika maupun di Luar Negeri.
Pertanyaan yang penting dikemukakan di sini adalah, apakah ini memang
murni lemahnya sistem pengamanan di bio-laboratorium itu, atau memang
didasari kesengajaan alias kebijakan diam-diam pemerintahan Washington
agar bebas dari tanggung jawab ketika pada perkembangannya virus
berbahaya dan menular tersebut menyebar di wilayah Amerika maupun ke
seluruh dunia.
Indikasinya memang cukup mencurigakan. Karena lemahnya sistem pengamanan
bio-laboratorium justru kebanyakan terjadi di beberapa obyek-obyek
militer Amerika. Hal ini tentu saja cukup mengkhawatirkan. Karena ada
ribuatn specimen yang tidak terdafter di obyek-obyek militer.
Bahkan menurut laporan Center for Desease Control and Prevention, di
Amerika sekarang ini ada sekitar 1400 spesialis yang bekerja di bidang
biogen dan toksin di 324 biolaboratorium, baik yang dikelola pemerintah
maupun swasta.
Karena itu, Global Future Institute mendesak berbagai pihak berwenang di
Amerika maupun berbagai kalangan yang berkecimpung dalam bidang
bio-laboratorium, untuk secepatkanya mengambil langkah-langkah dalam
rangka menjamin keamanan di bio-laboratorium.
Misteri Wabah Kolera di Zimbabwe dan Papua
Dari berbagai riset dan informasi yang berhasil diolah oleh tim Global
Futurre Institute, Amerika memang dalam beberapa tahun belakangan ini
aktif mengembangkan jenis senjata biologi dan kimia di laboratorium
rahasia di Los Alamos, New Mexico. Diduga beragam senjata biologi dan
kimia telah diuji cobakan di dunia, baik dalam situasi perang maupun
damai.
Pernah dengar Wabah Kolera yang melanda Zimbabwe pada tahun 2008? Wabah
kolera Zimbabwe 2008 ini adalah epidemik kolera di Zimbabwe yang mulai
terjadi pada Agustus 2008.
Salah satu tenda barak yang digunakan sebagai rumah
sakit saat wabah Kolera melanda Zimbabwe pada tahun 2008 lalu (republika)
Pada Desember 2008, lebih dari 10.000 orang terinfeksi dan wabah telah
menyebar ke Botswana dan Afrika Selatan. Pemerintah Zimbabwe menyatakan
keadaan darurat dan meminta bantuan dunia internasional.
Wabah yang disebarkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri ini menyebar begitu cepat. Sehingga dalam beberapa bulan saja,
kolera menjadi epidemi yang menewaskan hampir 3500 warga.
Bahkan World Health Organization (WHO) mencatat wabah kolera di negeri
yang dipimpin diktator Robert Mugabe ini, telah menginfeksi 67.945
orang. WHO menggambarkan situasi epidemi kolera di Zimbabwe sebagai
”tidak terkontrol.”
Melihat jumlah korbannya yang lebih dari 60 ribu warga, wajar jika
muncul kecurigaan jangan-jangan Amerika dan Inggris memang sengaja
menyebar virus ini mengingat dampaknya hampir sama jika kedua negara
tersebut menggunakan senjata biologi.
Tujuannya, apa lagi kalau bukan untuk menjatuhkan rezim
Robert Mugabe yang memang tidak sejalan dengan haluan politik Amerika
dan Inggris. Benar tidaknya memang masih harus dibuktikan.
Namun di Papua, tepatnya di Lembah Kamuu, Distrik Monemani, Kabupaten
Paniai, penyakit kolera dan muntaber juga mewabah. Sekitar 200 orang
meninggal sejak April 2008.
Mungkinkah ini rekayasa? Dari berbagai temuan, memang ada beberapa kasus
wabah kolera dimunculkan dengan memasukkan mayat ke dalam sumur untuk
mencemari air.
Dalam kasus lain, berkaitan dengan flu burung misalnya, diduga
dimunculkan dengan penyuntikan unggas supaya menularkan virus ke
manusia. Keanehan yang muncul adalah, mengapa bisa ke manusia, padahal
dalam hitungan detik, virus flu burung akan mati.
Perang Genetika Lewat Flu Burung
Rantai kehidupdan Virus Flu Burung (H5N1)
H5N1 digunakan sebagai senjata biologi karena bisa menimbulkan kematian pada suatu populasi masyarakat.
Menurut beberapa informasi yang masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut,
struktur virus H5N1 bisa dibuat sesuai dengan kemauan si perancangnya.
Sebab virus ini terdiri dari delapan segmen yang masing-masing bisa
berdiri sendiri. Bisa segmen dari manusia, unggas dan hewan lainnya.
Pada kelompok manusia yang memiliki kemiripan profil DNA, virus tidak
harus bermutasi dulu untuk dapat menular. Virus unggas dapat secara
cepat mengalami perubahan spesiesifitas reseptor, sehingga menular antar
manusia.
Yang pasti, kunci dasar perang biologi adalah menciptakan ketakutan atau teror tentang siapa yang akan terinfeksi.
Lembaga riset Angkatan Laut (Naval Medical Research Unit-2 / NAMRU-2)
Karena itu, Indonesia harus waspada terhadap kemungkinan dijadikan lokasi untuk pengembangan proyek senjata biologis.
Terbukti bahwa Amerika, melalui lembaga riset Angkatan Laut (Naval
Medical Research Unit-2/ NAMRU-2), bisa langsung mengambil sampel virus
dari korban di Indonesia dengan cara-cara yang tersembunyi.
Sehingga dari berbagai temuan terungkap bahwa data sequencing DNA-H5N1
yang seharusnya disimpan di WHO CC Hongkong, justru disimpan di Los
Alamos National Laboratory, New Mexico.
Di tempat rahasia ini pula, data H5N1 hanya boleh diketahui tim kecil
yang beranggotakan 15 grup peneliti, di mana WHO hanya menempatkan empat
peneliti.
Mulanya Los Alamos dikelola Universitas California. Laboratorium
multidisiplin terbesar di dunia ini, 1/3 stafnya adalah fisikawan,1/4
lainnya teknisi, sisanya kimiawan, ilmuwan material, ilmu geografi, dan
disiplin lainnya.
Namun seiring waktu, penelitian di Los Alamos lebih terfokus pada
kepentingan pertahanan Amerika, utamanya riset mengenai senjata nuklir.
Di tempat ini lalu dikembangkan disain senjata nuklir dan pusat riset
plutonium.
Los Alamos, Sarang Pembuatan Senjata Biologis?
Sekadar informasi, di Los Alamos ini pula pada masa perang
dunia kedua, Amerika merancang bom atom yang akhirnya pada Agustus 1945
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
Di era perang dingin, Pentagon mulai mengembangkan kembali senjata
biologi. Untuk itu, di Los Alamos juga, kemudian dibentuk divisi riset
biologi molekuler.
Divisi ini berwenang untuk menyelidiki semua virus atau bakteri dengan
tingkat penyebaran tinggi. Disebut-sebut virus ebola juga menjadi bahan
kajian di laboratorium itu.
Bahkan sebelum virus antrax digunakan dalam bio-teror pada September
2001, ilmuwan Los Alamos sudah melakukan riset kemungkinan penggunaan
antrax sebagai senjata biologi.
Divisi yang berwenang mengembangkan vaksin antrax belakangan ini dikenal
sebagai BASIS (Biological Aerosol Sentry and Infromation System).
Singkat cerita, Los Alamos disinyalir telah digunakan sebagai tempat
paling aman menyimpan dan mengembangkan berbagai macam virus mematikan
untuk kepentingan senjata biologis.
Penyakit "kaki gajah" dari virus kaki gajah.
Dalam perang Kamboja 1970, ketika Amerika membela kubu anti komunis
melawan komunis, Amerika dikabarkan sempat menggunakan senjata biologis
dari virus kaki gajah produk Los Alamos.
Lebih gilanya lagi, pada Perang Bosnia 1991-1995, Los Alamos menciptakan
virus penghancur tulang mirip bone marrow suppression. Senjata itu
kabarnya menewaskan 98 ribu militer dan penduduk sipil.
Karena itu semua, riset biologi di Los Alamos sudah seharusnya berada
dalam sistem pengawasan ketat dari masyarakat internasional berupa
sebuah lembaga dengan wewenang untuk melakukan pemeriksaan dan
pengawasan terhadap penyimpangan secara ilegal virus-virus berbahaya
atau bahan-bahan lainnya yang berpotensi untuk bisa digunakan sebagai
senjata biologis.
Sebaran kasus Flu Burung (Avian influenza) di Indonesia
Virus Asal Indonesia di Los Alamos
Seperti pernah juga diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah
Supari, Jika DNA virus H5N1 hanya dikuasai oleh satu kelompok saja,
besar kemungkinan bisa disalahgunakan untuk pembuatan senjata biologi.
Ironisnya, tak hanya di Los Alamos. Setidaknya ada 58 virus asal
Indonesia yang disimpan di Bio Health Security (BHS), sebuah lembaga
penelitian senjata biologi Pentagon.
Jika benar dugaan virus H5N1 strain Indonesia telah dijadikan senjata
biologi, boleh jadi kekuatannya sangatlah luar biasa. Sebab, H5N1 strain
Indonesia dikenal sebagai jenis virus paling ganas!
NAMRU-2, Jakarta, Inside the lab.
Kabarnya, sampel virus flu burung yang menewaskan satu keluarga di Tanah
Karo, Sumatera Utara, Mei 2006, ternyata juga dikirim ke Los Alamos.
Agustutus 2006, Los Alamos ditutup, namun diambil oleh oleh BHS yang
berada dalam kendali Departemen Pertahanan Amerika. Dan ternyata, masih
tetap melakukan penelitian tentang virus H5N1 sampai sekarang.
Lalu bagaimana mekanisme pengawasan yang sudah berjalan selama ini?
Sejumlah negara memang sudah meratifikasi The Convention of the
Development, Production and Stockpiling of Bacteriological and Toxin
Weapons and on Their Destruction atau yang lebih dikenal dengan
Biological Weapons Convention (WC) pada 19 Februari 1992.
Sayangnya, konvensi BWC ini tidak didukung keberadaan sistem verifikasi
untuk mengawasi kepatuhan negara-negara terhadap berbagai ketentuan
dalam konvensi.
Sumber :