Pesan dalam botol yang baru-baru ini ditemukan di sebuah pelabuhan di
Hamburg, menurut sumber itu merupakan Pesan dalam botol tertua di dunia
yang diyakini berasal dari tahun 1913. Membaca akan hal tersebut, mari
kita mencoba untuk mengulasnya, mengapa
"Message In a Bottle" itu sering dilakukan pada jaman dahulu?
Ini bukan dongeng, tapi kejadian nyata yang terjadi sejak dulu kala.
Sejumlah kisah tentang pesan-pesan yang dimasukkan ke dalam botol dan
dihanyutkan ke lautan. Sebuah cara pengiriman pesan yang tetap dikenang
dalam sejarah manusia.
Pesan dalam botol (Message in the bottle) adalah suatu bentuk komunikasi
"kuno". Caranya dengan menempatkan sebuah surat atau pesan singkat di
dalam sebuah tabung kedap air (bisa drum, botol kaca, botol plastik atau
kontainer khusus) dan dihanyutkan ke laut atau samudera.
Biasanya pesan tersebut tidak ditujukan kepada alamat tertentu, karena
sifatnya yang memang bisa mencapai wilayah mana saja tergantung arus
laut. Karena itu, penggunaan pesan dalam botol biasanya dilakukan dalam
keadaan darurat seperti pesan permintaan tolong yang dilakukan kapal
tenggelam, kapal rusak, atau orang yang terdampar di pulau terpencil.
Namun karena ketidakefektifan dan terkesan "untung-untungan", pengiriman
pesan dalam botol ini pun akhirnya tidak termasuk dalam sistem
pengiriman pesan formal. Namun masih banyak orang hingga kini yang
memakainya sebagai bagian dari hiburan, kesenangan dan permainan.
Bahkan istilah pesan dalam botol juga sudah mengalami perubahan makna.
Bukan lagi pesan yang benar-benar disimpan dalam botol, tapi sudah
mengandung frase (pengertian) mengenai sebuah pesan yang disampaikan
lewat media khusus dengan target tak terarah.
Botol memang sebuah wadah yang tepat untuk kondisi lautan. Sifat bahan
pembuatnya yang dari kaca, menyebabkan botol tidak terkena erosi air,
kerusakan akibat air asin dan sangat sulit diurai.
Selain itu, botol yang tertutup rapat akan kedap air dan berisi udara di
dalamnya yang memungkinkan terapung dalam waktu lama. Karena sifatnya
yang mengapung, botol akan mengikuti arah angin dan arus laut, hingga
berhenti saat terhempas ke pantai dan daratan.
Awal Sejarah Pesan Dalam Botol
Dalam sejarah, catatan pertama penggunaan pesan dalam botol telah
dilakukan pada tahun 310 SM oleh filsuf Yunani kuno Theophrastus,
sebagai bagian dari eksperimen arus laut untuk memperlihatkan bahwa Laut
Mediterania adalah satu aliran dengan Samudera Atlantik.
Lalu catatan lain juga membukukan bahwa Christopher Colombus (1451-1506)
sang penjelajah dan penemu Benua Amerika (New World) menggunakan pesan
dalam botol saat armada kapalnya dihantam sejumlah badai lautan.
Ia memasukkan laporan singkat catatan perjalanannya dan pesan khusus
untuk Ratu Spanyol ke dalam sebuah drum, lalu melemparkannya ke laut. Ia
berharap agar pesan itu bisa diterima, walaupun ia tak selamat dari
amukan badai.
Lantas di abad 16, Angkatan Laut Inggris menggunakan pesan dalam botol
untuk memberi informasi kepada sesama armada kapal Inggris. Pesan itu
memuat informasi intelijen penting mengenai posisi musuh dan keadaan
perairan. Namun karena seringkali nelayan menemukan botol pesan itu lalu
membukanya, pesan intelijen pun bocor.
Ratu Elizabeth I yang murka karena data intelijen sering dibuka dan
akhirnya diketahui publik, kemudian menetapkan aturan khusus bahwa pesan
dalam botol milik Angkatan Laut Inggris dan Kerajan Inggris tidak boleh
dibuka sembarangan, kecuali oleh pejabat khusus pembuka pesan kerajaan
"Uncorker of Ocean Bottles". Pelanggaran terhadap perintah ini diancam hukuman mati.
Penggunaan pesan dalam botol dalam catatan paling modern dilakukan oleh
"Manusia Perahu" pada Mei 2005. Sejumlah 88 perahu kaum migran ini
diselamatkan dari lepas pantai Costa Rica setelah otoritas terdekat
menemukan pesan dalam botol dari sebuah kapal nelayan yang merapat.
Pesan dalam botol itu ternyata diikatkan oleh konvoi kapal-kapal
pengungsi itu ke sebuah kapal nelayan yang melintas di dekat mereka.
Isinya pesan singkat SOS memohon mereka diselamatkan.
Romantisme Pesan Dalam Botol
Ada satu kisah romantis yang tetap dikenang tentang pesan dalam botol.
Kisah tentang sepasang anak manusia yang mulanya terpisah ribuan mil
oleh lautan, namun akhirnya bersatu dalam ikatan cinta sejati.
Perjodohan yang dibawa sebuah pesan dalam botol.
Adalah Ake Viking, seorang pelaut Swedia yang merasa sangat kesepian. Ia
bekerja di sebuah kapal pesiar yang senantiasa mengarungi belahan
dunia. Karena pekerjaannya di atas kapal, ia tak sempat bersosialisasi
dengan kehidupan di daratan.
Pada tahun 1956, ia mencurahkan kerinduannya dalam sebuah surat. Dalam
pesannya ia berharap akan menemukan seorang gadis pujaan hati untuk
dipersunting sebagai istrinya. Ia meminta siapa saja wanita muda yang
menemukan pesan itu agar membalas suratnya. Dengan untung-untungan pun
ia memasukkan pesan itu ke dalam sebuah botol anggur bekas dan
melemparnya ke tengah lautan.
Berbulan-bulan kemudian, seorang nelayan tua di Sisilia (Itali)
menemukan pesan itu tersangkut di jalanya. Ia kemudian membuka botol itu
dan membaca surat di dalamnya. Si nelayan membawa pulang pesan dalam
botol itu dan dengan bercanda menunjukkan surat tersebut kepada
putrinya, Paolina.
Tergelitik keisengan dan rasa penasaran serta merasa bahwa ini semacam
permainan yang mengasyikkan, Paolina membalas surat tersebut ke alamat
perusahan kapal pesiar tersebut.
Dalam bulan-bulan berikutnya suratnya berbalas, Ake Viking dan Paolina
kemudian terlibat intens dalam surat menyurat tanpa pernah bertemu.
Obrolan korespondensi menjurus hal-hal romantis dan hubungan mereka
semakin menghangat.
Dua tahun kemudian, Ake Viking mengambil cuti mengunjungi Paolina di
Sisilia. Jodoh pun terpaut dan Ake Viking berjanji untuk kembali lagi.
Pada musim gugur 1958, Ake Viking kembali ke Sisilia dan melamar Paolina
pada pertemuan kedua mereka. Kedua sejoli ini pun akhirnya menikah di
tahun itu juga. Wah!
Kisah-kisah Pesan Dalam Botol
Banyak fakta yang berhubungan erat dengan pesan dalam botol. Kisahnya
berbau sains, misteri dan romantisme, namun memang sarat nuansa humanis.
Hanya berawal dari sebuah pesan dalam botol!
Satu kisah nyata memilukan yang misterius berasal dari catatan Chunosuke
Matsuyama. Ia adalah seorang pelaut Jepang yang menjadi korban kapal
karam bersama 44 krunya di tahun 1784. Dalam pelayaran, kapal mereka
dihantam badai dan karam di lautan Pasifik. Matsuyama dan sejumlah
krunya yang selamat terdampar di sebuah pulau karang terpencil di
Pasifik.
Setengah putus asa melihat rekannya satu persatu tewas kelaparan,
Matsuyama menuliskan tragedi yang menimpa mereka di atas sebuah kulit
kayu lalu memasukkannya ke sebuah botol. Setelah menyegel botol agar
kedap air, ia melemparkannya ke lautan.
Kira-kira 150 tahun kemudian di tahun 1934, pesan dalam botol yang
dituliskan Matsuyama tersapu ombak dan mendarat di pantai berpasir di
desa kelahirannya. Tak ada penjelasan yang bisa menjawab bagaimana pesan
itu bisa sampai di desa kelahiran Matsuyama?
Pesan dari Medan Perang
Keanehan lain datang dari medan pertempuran Perang Dunia I. Saat
berlayar melintasi Selat Inggris (English Channel) menuju front tempur
(1914), seorang prajurit infantri Inggris Thomas Hughes yang didera
kerinduan pulang ke rumah menulis sebuah surat untuk istrinya.
Surat itu dimasukkannya ke dalam sebuah botol kedap air dan dilemparnya
ke lautan. Dua hari kemudian konvoi kapal mereka diserang dan Thomas
Hughes dilaporkan tewas dalam pertempuran itu.
Delapan puluh lima tahun kemudian di bulan Maret 1999, seorang nelayan
menemukan sebuah botol tua yang berisi pesan dari muara Sungai Thames.
Ia membaca pesan tersebut lalu menempuh perjalanan ke Auckland, Selandia
Baru untuk mengantarkan surat itu secara langsung kepada putri Hughes.
Putri Hughes yang saat itu berusia 86 tahun itu sangat terharu. Ini
adalah satu-satunya surat yang pernah diterimanya dari sang Ayah, seumur
hidupnya.
Kisah lain berasal dari dua tentara Australia di masa PD I. Dalam
perjalanan menuju front tempur di Prancis, mereka sepakat membuat surat
untuk ibunya. Mereka memasukkan surat tersebut ke dalam botol dan
melarungnya ke laut.
Kedua tentara ini dilaporkan tewas dalam pertempuran di Prancis. Namun
pesan dalam botol itu ditemukan 37 tahun kemudian. Botol itu terdampar
di pantai Pulau Tasmania pada tahun 1953. Surat itu diantarkan kepada
kedua ibu serdadu itu dan mengenalinya sebagai tulisan tangan asli
anaknya.
Pesan lain muncul dari sebuah botol yang lolos dari medan perang
Eropa-Afrika. Sebuah pesan dalam botol ditemukan dari pantai Maine AS,
1944. Pesan itu berisi laporan singkat:
"Our ship is sinking. SOS didn't do any good. Think it's the end. Maybe
this message will get to the US some day" (Kapal kami tenggelam. SOS
tidak berbalas. Kami sudah berakhir. Mungkin suatu saat nanti, pesan ini
akan mencapai Amerika Serikat).
Setelah diteliti, ternyata pesan itu berasal dari kapal Perusak USS
Beatty (DD-640), yang dihantam torpedo armada Jerman di laut wilayah
barat, laut Afrika dan karam tak jauh dari selat Gibraltar pada 6
November 1943 saat Perang Dunia II.
Sebuah Penyelamatan
Tak selamanya pesan dalam botol terlambat tiba. Akibat sebuah pesan
dalam botol, sekelompok pelaku pemberontak di atas kapal (mutiny)
ternyata berhasil ditangkap. Kejadiannya bertahun 1875.
Di atas kapal layar bertiang tiga (bark) Lennie milik Canada, terjadi
pemberontakan seluruh kru terhadap sejumlah perwira kapal. Kapal
tersebut diambil alih dan menyisakan seorang perwira rendah yang
memahami navigasi dan sistem kemudi kapal.
Ia mengarahkan kapal menuju perairan Prancis dan mengatakan pada para
pemberontak bahwa mereka berada di wilayah Spanyol. Saat itu si juru
mudi melemparkan sejumlah pesan dalam botol tentang tragedi di atas
kapal.
Ternyata salah satu pesan dalam botol ditemukan otoritas Prancis dan
langsung meresponnya. Masih berlayar di perairan Prancis, kapal tersebut
dihentikan Angkatan Laut Prancis dan seluruh kru yang memberontak
ditangkap. Para pemberontak heran, mengapa aksi pemberontakan mereka
bisa diketahui otoritas Prancis. Kekuatan sebuah pesan dalam botol.
Pesan 'Ilmiah' dalam Botol
Berawal dari kebiasaan mengirimkan pesan dalam botol, akhirnya sebuah
temuan ilmiah terjadi. Yaitu pemetaan aliran arus teluk dan peta arus
laut (Gulf Stream Map) oleh Benjamin Franklin. Ia yang pertama kali
melakukan pemetaan aliran arus teluk yang melengkapi peta arus laut yang
dasarnya dipakai hingga kini.
Sejumlah percobaan telah dilakukan dan menyimpulkan bahwa sangat sulit memprediksi arah hanyut sebuah botol di laut lepas.
Ada percobaan menggunakan dua botol dilarungkan ke laut secara bersamaan
dari lepas pantai Brazil. Botol pertama hanyut selama 130 hari dan
ditemukan di pantai Afrika. Botol yang lain hanyut ke arah barat laut
selama 190 hari dan terdampar di Nikaragua.
Penelitian lain, membuktikan bahwa arah botol yang terapung di laut
tergantung pada kecepatan angin dan arus laut. Bisa saja botol tersebut
terapung-apung mengikuti arah angin, meniupnya seiring gelombang air.
Atau terseret arus teluk dan arus laut yang membawanya dengan kecepatan 4
knot sejauh 100 mil per hari.
Perjalanan botol terjauh dan terlama dalam eksperimen adalah botol yang
dijuluki Flying Dutchman (namanya sesuai legenda tua kapal hantu yang
terapung di laut lepas). Dilemparkan pertama kali dalam ekspedisi ilmiah
ilmuwan Jerman pada 1929 di wilayah selatan Laut Hindia. Di dalamnya
ada pesan singkat yang memohon penemu botol itu agar menuliskan lokasi
ditemukan botol itu dan kemudian melemparnya kembali ke laut.
Eksperimen ini membuktikan bahwa botol pesan itu melambung ke Amerika
Selatan melintasi Atlantik, lalu kembali ke Samudera Hindia dan
terdampar di perairan Barat Australia pada 1935. Tercatat bahwa botol
itu mengarungi samudera sejauh 16.000 mil selama 2.447 hari (sekitar 6,5
tahun) dengan kecepatan jelajah rata-rata 6 mil laut perhari.
Temuan paling penting dilakukan Benjamin Franklin. Ketika dia menjabat
sebagai kepala kantor pos Inggris untuk koloni Amerika, ia menyadari
bahwa para kapten kapal penangkap paus mengetahui arus laut lebih baik
ketimbang mitranya dari Inggris.
Kapal-kapal Amerika menyeberangi Laut Atlantik jauh lebih cepat
dibandingkan kapal-kapal Inggris untuk mengantarkan paket pos. Ia pun
menyusun sebuah peta berdasarkan pengetahuan para pelaut penangkap paus
dan informasi yang diperolehnya dengan menjatuhkan sejumlah botol dengan
instruksi tertulis ke dalam arus teluk laut (gulf stream) dan meminta
siapa-siapa yang menemukanya untuk mengembalikan botol-botol tersebut.
Berdasarkan semua informasi itu, ia pun mengaplikasikannya menjadi
sebuah peta arus laut. Ia pun menjadi pencipta peta Gulf Stream pertama
dan menerbitkannya tahun 1770 bersama rekannya, kapten kapal penangkap
paus Timothy Folger. Kopian peta tersebut sempat hilang selama hampir
200 tahun hingga akhirnya ditemukan di Prancis.
Sumber :