Palmerston, Pulau Terpencil yang Semua Penghuninya Bersaudara

January 04, 2015
Pulau Palmerston adalah pulau karang di Kepulauan Cook di salah satu bagian yang paling terpencil di Samudera Pasifik, sekitar 3.200 km dari Selandia Baru. Pulau kecil di Pasifik ini tidak memiliki bandara, dan dikunjungi oleh kapal pasokan hanya dua kali setahun.
Perjalanan menuju pulau ini begitu panjang dan berbahaya dan hanya pengunjung yang pemberani yang berani datang mengunjunginya. Tapi ketenaran Palmerston bukan hanya berasal dari fakta bahwa itu adalah sebuah pulau surga yang sempurna, tetapi juga dari sejarahnya yang unik.


Palmerston Atoll terdiri dari sejumlah pulau berpasir di cincin koral yang mengelilingi laguna. Enam dari pulau-pulau berpasir tersebut memiliki ukuran yang signifikan termasuk Palmerston, Pulau Utara, Lee To Us, Leicester, Primrose, Toms, dan Cooks, yang luas total mereka hanya 2,6 kilometer persegi. Sedangkan Atol tersebut membungkus area seluas 56 kilometer persegi laut.

Orang pertama yang menginjakkan kaki di Palmerston adalah Kapten Cook pada tahun 1777, meskipun ia telah menemukan pulau itu tiga tahun sebelumnya pada perjalanannya yang lain. 
Kapten Cook memberi nama pulau itu Palmerston. Pulau ini kemudian tetap tidak berpenghuni selama hampir satu abad sampai William Marsters, seorang tukang kayu dan pembuat kapal penangkap ikan paus, pada tahun 1860 melihat pulau ini. 
William Marsters begitu terpesona dengan pulau tersebut dan tiga tahun kemudian ia kembali bersama istrinya, putri kepala pulau Cook yang lain, dan dua sepupunya dengan tujuan bermukim secara permanen di pulau itu.


Karena Atol tersebut belum pernah ditinggali pada waktu itu, Marsters menggunakan kayu dari bangkai kapal untuk membangun dan mendirikan sebuah komunitas kecil, yang kemudian termasuk gereja, ruang sekolah dan rumah. 
Marsters, bersama dengan tiga wanita, memiliki 17 anak-anak yang keturunan mereka membentuk populasi pulau Palmerston sekarang. Hari ini, Palmerston memiliki 62 penduduk, semua kecuali tiga adalah keturunan dari William Marsters.

Sebelum meninggal William Marsters, membagi-bagi pulau sehingga masing-masing dari tiga istri dan keturunan mereka memiliki bagian dari pulau utama dan masing-masing atol. Pengaturan ini masih berlaku sekarang. 
Hari ini pulau Palmerston memiliki Dewan sendiri, yang mewakili pemerintah daerah, dan anggotanya dari tiga keluarga tersebut. Pernikahan dalam kelompok keluarga dilarang.




Para penghuni pulau Palmerston masih bangga dengan warisan Inggris mereka. Ini terlihat dengan mengibarkan bendera Inggris di acara-acara khusus, memiliki foto besar Ratu Inggris di rumah-rumah mereka. Meskipun dikelola oleh pemerintah Kepulauan Cook dibawah yurisdiksi Selandia Baru, pada tahun 1954 keluarga Marsters diberikan kepemilikan penuh atas pulau tersebut.

Kehidupan di Palmerston sederhana. Tidak ada toko, hanya ada dua toilet, dan air hujan dikumpulkan untuk air minum. Uang hanya digunakan untuk membeli persediaan dari dunia luar, bukan dari satu sama lain. 
Listrik menyala dari pukul 06:00-12:00 setiap hari di pagi dan malam hari. Sebuah stasiun telepon baru dibangun menjadi satu-satunya link permanen ke dunia luar. 
Ikan merupakan makanan pokok penduduk pulau dan satu-satunya ekspor mereka. Satu atau dua ton ikan parrot beku diambil oleh kapal suplai yang datang dua kali setahun untuk memberikan pasokan penting seperti beras dan bahan bakar.






Selain kapal kargo, pulau juga dikunjungi sekitar selusin kapal tiap tahun membawa wisatawan. Karena tidak ada resort atau hotel, keluarga disana selalu menawarkan rumah mereka sebagai homestay.









Sumber :
versesofuniverse

Share this

Lahir di Padang, Sumatera Barat pada akhir tahun 1993, blogger rupawan ini lebih dikenal dengan nickname hideatsa. Memiliki kredibilitas yang mumpuni dalam bidang copy-paste. Meskipun tampan, ia juga baik hati dan tidak sombong.

Related Posts