Mesaharati (Foto: Arabnews)
"Mesaharati di Arab Saudi adalah tradisi Ramadan seperti meriam Ramadan dan lentera," kata Ibrahim Hasyim, warga negara setempat yang telah berusia 85 tahun, seperti dikutip dari Arabnews 10 Agustus lalu.
"Ramadan adalah bulan yang meriah bagi umat Islam. Anda akan selalu menemukan masyarakat yang mencoba membawa kembali tradisi lama mereka dalam pakaian, makanan, dekorasi dan budaya," imbuhnya.
Menurut buku sejarah, Mesaharati muncul sejak era Nabi Muhammad SAW, dan Bilal bin Rabah adalah Mesaharati pertama dalam sejarah Islam. Sebagai seorang mesaharati, dia menjelajah jalan-jalan untuk membangunkan orang sebelum waktu subuh tiba.
Disebutkan juga, iman di Makkah memanjat menara sembari memegang lentera sebagai panggilan untuk makan sahur. Sehingga kalau ada orang yang tidak bisa mendengar suaranya, setidaknya bisa melihat cahaya lentera.
Hashim mendefinisikan Mesaharati sebagai juru siar publik yang membangunkan orang dengan berteriak, "Wahai orang-orang yang masih tidur, bangunlah dan berdoa kepada Allah".
"Pada awalnya, Mesaharati mengetuk pintu dan membangunkan warga, sementara yang lain menggunakan tongkat untuk mengetuk," katanya.
Sedangkan sekarang, Mesaharati melengkapi diri dengan drum khusus yang dipukuli sambil berteriak-teriak. "Ini adalah cara yang lebih baik untuk membangunkan orang," tambah dia.
Dulu, para Mesaharati berjalan di sekitar lingkungannya bersama dengan sekelompok anak-anak yang memegang lentera kecil untuk menerangi jalan. Tugas Mesaharati bersifat sukarela, tidak ada yang membayar dia membangunkan orang-orang untuk makan sahur.
"Anda akan selalu menemukan seorang relawan untuk membangunkan orang-orang makan sahur. Orang-orang yang suci murni dan memiliki hati yang hangat," ucap Hasyim.
Meski demikian, orang Muslim tidak akan membiarkan Mesaharati bekerja tanpa imbalan. Pada hari terakhir bulan Ramadan, ketika Mesaharati datang mengetuk pintu, orang-orang memberinya Eideyya (angpau Lebaran). Inilah ungkapan terima kasih masyarakat kepada Mesaharati.
Biasanya ada lebih dari satu Mesaharati di setiap kota atau desa. Di setiap lingkungan bertetangga ada orang yang tinggal di jalan yang sama. Masyarakat sekitar harus percaya kepadanya sehingga mengizinkan dia untuk berjalan di jalanan pada dini hari untuk membangunkan sahur.
"Beberapa orang mengundang Mesaharati untuk duduk dan makan sahur bersama keluarga mereka dan menawarkan makanan rumahan," lanjut Hasyim.
Hidup lebih mudah ketika orang-orang jadi saling percaya. Orang tidak khawatir saat berjalan dalam gelap, karena mereka memiliki kepercayaan satu sama lain. Mereka sangat tahu tetangga akan membantu saat diperlukan.
"Mesaharati hanya khawatir dengan anjing liar yang berkeliaran di jalanan, sehingga Anda akan selalu menemukan dia berjalan dengan tongkat untuk menjaga diri," jelasnya.
Dulu umat Islam tidur lebih awal dengan harapan dapat bangun lebih awal juga sehingga tidak kesiangan untuk makan sahur. Tetapi sekarang, kebanyakan orang begadang semalam suntuk untuk menonton TV.
"Peran Mesaharati telah mulai memudar sejak teknologi mulai memasuki rumah-rumah penduduk di Arab Saudi," kata Hasyim.
Kini, orang-orang mulai tergantung pada radio, TV dan alarm jam untuk tahu kapan waktunya sahur. Sedangkan di masa lalu, orang-orang tidur sepanjang malam karena tahu Mesaharati pasti akan membangunkan mereka, "tambahnya.
"Tidak perlu Mesaharati lagi. Orang-orang masih terjaga sampai larut malam dan mereka yang tidak begadang bergantung pada alarm jam untuk membangunkan mereka. Saya kira jam mengambil peran Mesaharati," tutur Hasyim.
Rumah besar dan AC merupakan alasan lain di balik menghilangnya Mesaharati secara bertahap. Bagi Mesaharati, lebih mudah berjalan di antara rumah-rumah kecil di desa. Bahkan ketika Mesaharati menangis meraung-raung pun masyarakat akan mendengar tangisannya.
"Sekarang kita tinggal di rumah besar di kota-kota yang sibuk, lalu bagaimana Mesaharati bisa berjalan di sekitar jalan besar tanpa disakiti? Lagi pula AC sangat keras, Anda tidak bisa mendengar kucing mengeong di jalan," sambung Hasyim.
Namun negara-negara Islam lain masih mengadopsi tradisi ini. Negara-negara seperti Mesir, Suriah, Sudan, Yordania dan Palestina masih memegang tradisi lama untuk membuat Ramadan mereka lebih meriah dan menyenangkan.
EmoticonEmoticon