Gita Adinda Nasution masih duduk di kelas tiga SMP ketika menemukan obat
diabetes. Lima tahun kemudian, obat herbal yang belum dipatenkan itu
sudah menyebar hingga ke berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke
Arab Saudi.
Penemuan Gita berawal karena prihatin dengan ayahnya yang divonis dokter menderita diabetes. "Ayah saya merupakan penderita diabetes, setelah memakai obat ini selama satu tahun membaik kesehatannya. Pada tahun 2012 lalu, dia dinyatakan negatif diabetes," kata Gita.
Penemuan Gita berawal karena prihatin dengan ayahnya yang divonis dokter menderita diabetes. "Ayah saya merupakan penderita diabetes, setelah memakai obat ini selama satu tahun membaik kesehatannya. Pada tahun 2012 lalu, dia dinyatakan negatif diabetes," kata Gita.
Gita Adinda Nasution |
Ketika Gita duduk di kelas enam SD, ayahnya menderita diabetes.
Penglihatan sang ayah memburuk sehingga tidak bisa beraktivitas apa-apa.
Gita sedih dan tenggelam dalam upaya mencari obat untuk ayahnya. Ketika
anak-anak lain membaca komik dan bermain game, dia malah membaca buku
tentang tanaman obat di perpustakaan di Panyabungan.
Pencarian itu terus berlanjut saat duduk di SMP. Bacaan kesukaannya, terutama buku-buku tentang pengobatan berbasis ramuan tradisional dan alami seperti yang ditulis Hembing Wijayakusuma. Banyak obat dan terapi sudah diberikan kepada sang ayah, tapi kesembuhan tak kunjung diperoleh. Kala itu Gita mencoba meracik ramuan dari tumbuhan mahkota dewa hingga pengaturan diet ketat yang diatur ibunya, Lismawati.
Lantas dalam perkembangan pemikirannya, Gita teringat tentang bagaimana vaksin polio ditemukan hanya dengan mengambil vaksin dari virus itu sendiri, dan bagaimana orang yang dipatuk ular bisa disembuhkan dengan bisa ular itu juga. "Saya berpikir, apa mungkin gula bisa disembuhkan dengan gula? Toh obat bisa jadi racun, dan racun juga bisa menjadi obat. Lalu saya coba-coba dari tebu," tukasnya.
Melalui tahapan proses yang dirahasiakan, gita berhasil membuat serbuk yang bahan utamanya dari tebu. "Vaksinnya dari tebu. Tapi ada tambahan senyawa-senyawa lain. Menghilangkan unsur ini, atau menambah unsur yang itu, sehingga menjadi senyawa baru," terang Gita.
Gita yang sudah mahir menjelaskan tentang struktur rumit kimia dalam pembuatan herbal ini, bahkan kini semakin ahli karena tengah duduk di semester tiga jurusan Analis Farmasi dan Makanan, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU). Jurusan itu dipilih karena keinginan besar untuk membuat obat yang dapat menyembuhkan, bukan sekadar dokter yang memberikan obat.
Pencarian itu terus berlanjut saat duduk di SMP. Bacaan kesukaannya, terutama buku-buku tentang pengobatan berbasis ramuan tradisional dan alami seperti yang ditulis Hembing Wijayakusuma. Banyak obat dan terapi sudah diberikan kepada sang ayah, tapi kesembuhan tak kunjung diperoleh. Kala itu Gita mencoba meracik ramuan dari tumbuhan mahkota dewa hingga pengaturan diet ketat yang diatur ibunya, Lismawati.
Lantas dalam perkembangan pemikirannya, Gita teringat tentang bagaimana vaksin polio ditemukan hanya dengan mengambil vaksin dari virus itu sendiri, dan bagaimana orang yang dipatuk ular bisa disembuhkan dengan bisa ular itu juga. "Saya berpikir, apa mungkin gula bisa disembuhkan dengan gula? Toh obat bisa jadi racun, dan racun juga bisa menjadi obat. Lalu saya coba-coba dari tebu," tukasnya.
Melalui tahapan proses yang dirahasiakan, gita berhasil membuat serbuk yang bahan utamanya dari tebu. "Vaksinnya dari tebu. Tapi ada tambahan senyawa-senyawa lain. Menghilangkan unsur ini, atau menambah unsur yang itu, sehingga menjadi senyawa baru," terang Gita.
Gita yang sudah mahir menjelaskan tentang struktur rumit kimia dalam pembuatan herbal ini, bahkan kini semakin ahli karena tengah duduk di semester tiga jurusan Analis Farmasi dan Makanan, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU). Jurusan itu dipilih karena keinginan besar untuk membuat obat yang dapat menyembuhkan, bukan sekadar dokter yang memberikan obat.
Beginilah rupa serbuk Kolagit |
Sebelum meminum obat itu, kondisi sang ayah sudah kepayahan. Diabetes menyebabkan sang ayah kesulitan melihat, berjalan terhuyung dan gangguan fungsi organ lainnya. Kadar gula dalam darahnya pernah tembus ke angka 450 mg/dL. Itu merupakan kadar gula yang tinggi, sebab normalnya sekitar 120-140 mg/dL.
Tapi perlahan, herbal temuan Gita mulai menunjukkan khasiat. Setahun berikutnya, kondisi ayah semakin membaik. Sang ayah tidak pernah memeriksakan lagi gula darahnya. Selain benci dengan jarum suntik, Bisman juga tidak mau terbebani dengan angka-angka gula darah itu. Lantas karena akan menunaikan ibadah haji pada tahun 2012 lalu, mau tak mau Bisman harus menjalani tes kesehatan. Ajaib, hasil tes gula darahnya normal.
"Alhamdulillah, ayah dinyatakan negatif diabetes lagi. Saya senang sekali. Kini ayah bisa makan es krim, durian dengan bebas. Tak perlu khawatir lagi," kata Gita. "Obatnya dinamakan Kolagit. Itu singkatan Kopi Gula Gita, karena rasanya seperti kopi."
Dari sini kisah sukses Kolagit berkembang. Kawan-kawan ayahnya yang menderita diabetes juga diberikan ramuan itu. Kesembuhan juga yang diperoleh. Salah satunya, seorang tentara yang sudah berobat ke mana-mana, termasuk ke Singapura. Kondisinya parah, dan kemudian setelah meminum herbal Kolagit, ada kemajuan.
Berikutnya banyak permintaan. Produksi secara rumahan dibuat, lalu dikirim ke mana-mana, termasuk dibawa hingga ke Arab Saudi. Temuan ini juga mendapat penghargaan dalam pameran Teknologi Tepat Guna 2013 yang diselenggarakan Unit Pembinaan Pengembangan Kegiatan Mahasiswa (UP2KM) USU pada 4 Desember 2013 lalu. Kolagit temuan Gita menyabet juara pertama.
Jika ada yang ingin pesan, silahkan hubungi melalui akun Facebook-nya dengan alamat email gitaadinda@yahoo.co.id.
EmoticonEmoticon